Sejarah telah
diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang sungguh-sungguh. Bukan
oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan berangan-angan. Dunia diisi dan
dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan
mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.
Ba'da tahmid wa shalawat
Ikhwah rahimakumullah, Allah SWT berfirman
di dalam Al-Qur'an Surat 19 Ayat 12 : .....
Ya Yahya hudzil kitaaba bi quwwah ..." (QS. Maryam (19):12)
Ya Yahya hudzil kitaaba bi quwwah ..." (QS. Maryam (19):12)
Tatkala Allah SWT memberikan perintah kepada hamba-hamba-Nya yang ikhlas,
Ia tak hanya menyuruh mereka untuk taat melaksanakannya melainkan juga harus
mengambilnya dengan quwwah yang bermakna jiddiyah, kesungguhan-sungguhan.
Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang
sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan
berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir
cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.
Namun kebatilan pun dibela dengan sungguh-sungguh oleh para pendukungnya,
oleh karena itulah Ali bin Abi Thalib ra menyatakan: "Al-haq yang tidak
ditata dengan baik akan dikalahkan oleh Al-bathil yang tertata dengan
baik".
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Allah memberikan ganjaran yang sebesar-besarnya dan derajat yang setinggi-tingginya bagi mereka yang sabar dan lulus dalam ujian kehidupan di jalan dakwah. Jika ujian, cobaan yang diberikan Allah hanya yang mudah-mudah saja tentu mereka tidak akan memperoleh ganjaran yang hebat. Di situlah letak hikmahnya yakni bahwa seorang da'i harus sungguh-sungguh dan sabar dalam meniti jalan dakwah ini. Perjuangan ini tidak bisa dijalani dengan ketidaksungguhan, azam yang lemah dan pengorbanan yang sedikit.
Allah memberikan ganjaran yang sebesar-besarnya dan derajat yang setinggi-tingginya bagi mereka yang sabar dan lulus dalam ujian kehidupan di jalan dakwah. Jika ujian, cobaan yang diberikan Allah hanya yang mudah-mudah saja tentu mereka tidak akan memperoleh ganjaran yang hebat. Di situlah letak hikmahnya yakni bahwa seorang da'i harus sungguh-sungguh dan sabar dalam meniti jalan dakwah ini. Perjuangan ini tidak bisa dijalani dengan ketidaksungguhan, azam yang lemah dan pengorbanan yang sedikit.
Ali sempat mengeluh ketika melihat semangat juang pasukannya mulai melemah,
sementara para pemberontak sudah demikian destruktif, berbuat dan berlaku
seenak-enaknya. Para pengikut Ali saat itu malah menjadi ragu-ragu dan gamang,
sehingga Ali perlu mengingatkan mereka dengan kalimatnya yang terkenal
tersebut.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Ketika Allah menyuruh Nabi Musa as mengikuti petunjuk-Nya, tersirat di dalamnya sebuah pesan abadi, pelajaran yang mahal dan kesan yang mendalam:
Ketika Allah menyuruh Nabi Musa as mengikuti petunjuk-Nya, tersirat di dalamnya sebuah pesan abadi, pelajaran yang mahal dan kesan yang mendalam:
"Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala
sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami
berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu
berpegang teguh kepada perintah-perintahnya dengan sebaik-baiknya, nanti Aku
akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasiq".(QS. Al-A'raaf
(7):145)
Demikian juga perintah-Nya terhadap Yahya, dalam surat Maryam ayat 12 :
"Hudzil kitaab bi quwwah" (Ambil kitab ini
dengan quwwah). Yahya juga diperintahkan oleh Allah untuk mengemban amanah-Nya
dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan).
Jiddiyah ini juga nampak pada
diri Ulul Azmi (lima orang Nabi yakni
Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad yang dianggap memiliki azam terkuat).
Dakwah berkembang di tangan orang-orang yang memiliki militansi, semangat
juang yang tak pernah pudar. Ajaran yang mereka bawa bertahan melebihi usia
mereka. Boleh jadi usia para mujahid pembawa misi dakwah tersebut tidak
panjang, tetapi cita-cita, semangat dan ajaran yang mereka bawa tetap hidup
sepeninggal mereka.
Apa artinya usia panjang namun tanpa isi, sehingga boleh jadi biografi kita
kelak hanya berupa 3 baris kata yang dipahatkan di nisan kita: "Si Fulan
lahir tanggal sekian-sekian, wafat tanggal sekian-sekian".
Hendaknya kita melihat bagaimana kisah kehidupan Rasulullah saw dan para
sahabatnya. Usia mereka hanya sekitar 60-an tahun. Satu rentang usia yang tidak
terlalu panjang, namun sejarah mereka seakan tidak pernah habis-habisnya dikaji
dari berbagai segi dan sudut pandang. Misalnya dari segi strategi militernya,
dari visi kenegarawanannya, dari segi sosok kebapakannya dan lain sebagainya.
Seharusnyalah
kisah-kisah tersebut menjadi ibrah bagi kita dan semakin meneguhkan hati kita.
Seperti digambarkan dalam QS. 11:120, orang-orang yang beristiqomah di jalan
Allah akan mendapatkan buah yang pasti berupa keteguhan hati. Bila kita tidak
kunjung dapat menarik ibrah dan tidak semakin bertambah teguh, besar
kemungkinannya ada yang salah dalam diri kita. Seringkali kurangnya jiddiyah
(kesungguh-sungguhan) dalam diri kita membuat kita mudah berkata hal-hal yang
membatalkan keteladanan mereka atas diri kita. Misalnya: "Ah itu kan Nabi,
kita bukan Nabi. Ah itu kan istri Nabi, kita kan bukan istri Nabi".
Padahal memang tanpa jiddiyah sulit bagi kita untuk menarik ibrah dari
keteladanan para Nabi, Rasul dan pengikut-pengikutnya.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Di antara sekian jenis kemiskinan, yang paling memprihatinkan adalah kemiskinan azam, tekad dan bukannya kemiskinan harta.
Di antara sekian jenis kemiskinan, yang paling memprihatinkan adalah kemiskinan azam, tekad dan bukannya kemiskinan harta.
Misalnya anak yang mendapatkan warisan berlimpah dari orangtuanya dan
kemudian dihabiskannya untuk berfoya-foya karena merasa semua itu didapatkannya
dengan mudah, bukan dari tetes keringatnya sendiri. Boleh jadi dengan
kemiskinan azam yang ada padanya akan membawanya pula pada kebangkrutan dari
segi harta. Sebaliknya anak yang lahir di keluarga sederhana, namun memiliki
azam dan kemauan yang kuat kelak akan menjadi orang yang berilmu, kaya dan
seterusnya.
Demikian pula dalam kaitannya dengan masalah ukhrawi berupa ketinggian
derajat di sisi Allah. Tidak mungkin seseorang bisa keluar dari kejahiliyahan
dan memperoleh derajat tinggi di sisi Allah tanpa tekad, kemauan dan kerja
keras.
Kita dapat melihatnya dalam kisah Nabi Musa as. Kita melihat bagaimana
kesabaran, keuletan, ketangguhan dan kedekatan hubungannya dengan Allah membuat
Nabi Musa as berhasil membawa umatnya terbebas dari belenggu tirani dan
kejahatan Fir'aun.
Berkat do'a Nabi Musa as dan pertolongan Allah melalui cara penyelamatan
yang spektakuler, selamatlah Nabi Musa dan para pengikutnya menyeberangi Laut
Merah yang dengan izin Allah terbelah menyerupai jalan dan tenggelamlah Fir'aun
beserta bala tentaranya.
Namun apa yang terjadi? Sesampainya di seberang dan melihat suatu kaum yang
tengah menyembah berhala, mereka malah meminta dibuatkan berhala yang serupa
untuk disembah. Padahal sewajarnya mereka yang telah lama menderita di bawah
kezaliman Fir'aun dan kemudian diselamatkan Allah, tentunya merasa sangat
bersyukur kepada Allah dan berusaha mengabdi kepada-Nya dengan sebaik-baiknya.
Kurangnya iman, pemahaman dan kesungguh-sungguhan membuat mereka terjerumus
kepada kejahiliyahan.
Sekali lagi marilah kita menengok kekayaan sejarah dan mencoba bercermin
pada sejarah. Kembali kita akan menarik ibrah dari kisah Nabi Musa as dan
kaumnya.
Dalam QS. Al-Maidah (5) ayat 20-26 : "Dan (ingatlah) ketika Musa
berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu, ketika
Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang
merdeka dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada
seorangpun di antara umat-umat yang lain".
"Hai, kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan
Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh),
maka kamu menjadi orang-orang yang merugi".
"Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negri itu ada
orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan
memasukinya sebelum mereka keluar dari negri itu. Jika mereka keluar dari negri
itu, pasti kami akan memasukinya".
"Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah)
yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan
melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan
menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu
benar-benar orang yang beriman".
"Mereka berkata: "Hai Musa kami sekali-kali tidak akan
memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah
kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya
duduk menanti di sini saja".
"Berkata Musa: "Ya Rabbku, aku tidak menguasai kecuali diriku
sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang
yang fasiq itu".
"Allah berfirman: "(Jika demikian), maka sesungguhnya negri itu
diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan
berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu
bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasiq itu".
Rangkaian ayat-ayat tersebut memberikan pelajaran yang mahal dan sangat berharga bagi kita, yakni bahwa manusia adalah anak lingkungannya. Ia juga makhluk kebiasaan yang sangat terpengaruh oleh lingkungannya dan perubahan besar baru akan terjadi jika mereka mau berusaha seperti tertera dalam QS. Ar-Ra'du (13):11, "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai mereka berusaha merubahnya sendiri".
Rangkaian ayat-ayat tersebut memberikan pelajaran yang mahal dan sangat berharga bagi kita, yakni bahwa manusia adalah anak lingkungannya. Ia juga makhluk kebiasaan yang sangat terpengaruh oleh lingkungannya dan perubahan besar baru akan terjadi jika mereka mau berusaha seperti tertera dalam QS. Ar-Ra'du (13):11, "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai mereka berusaha merubahnya sendiri".
Nabi Musa as adalah pemimpin yang dipilihkan Allah untuk mereka,
seharusnyalah mereka tsiqqah pada Nabi Musa. Apalagi telah terbukti ketika
mereka berputus asa dari pengejaran dan pengepungan Fir'aun beserta bala
tentaranya yang terkenal ganas, Allah SWT berkenan mengijabahi do'a dan
keyakinan Nabi Musa as sehingga menjawab segala kecemasan, keraguan dan
kegalauan mereka seperti tercantum dalam QS. Asy-Syu'ara (26):61-62, "Maka
setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa:
"Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". Musa menjawab:
"Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Rabbku bersamaku, kelak Dia
pasti akan memberi petunjuk kepadaku".
Semestinya kaum Nabi Musa melihat dan mau menarik ibrah (pelajaran) bahwa
apa-apa yang diridhai Allah pasti akan dimudahkan oleh Allah dan mendapatkan
keberhasilan karena jaminan kesuksesan yang diberikan Allah pada orang-orang
beriman. Allah pasti akan bersama al-haq dan para pendukung kebenaran. Namun
kaum Nabi Musa hanya melihat laut, musuh dan kesulitan-kesulitan tanpa adanya
tekad untuk mengatasi semua itu sambil di sisi lain bermimpi tentang
kesuksesan. Hal itu sungguh merupakan opium, candu yang berbahaya. Mereka
menginginkan hasil tanpa kerja keras dan kesungguh-sungguhan. Mereka adalah
"qaumun jabbarun" yang rendah, santai dan materialistik. Seharusnya
mereka melihat bagaimana kesudahan nasib Fir'aun yang dikaramkan Allah di laut
Merah.
Seandainya mereka yakin akan pertolongan Allah dan yakin akan dimenangkan
Allah, mereka tentu tsiqqah pada kepemimpinan Nabi Musa dan yakin pula bahwa
mereka dijamin Allah akan memasuki Palestina dengan selamat.
Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam QS. 47:7, "In tanshurullah yanshurkum wayutsabbit bihil aqdaam" (Jika engkau menolong
Allah, Allah akan menolongmu dan meneguhkan pendirianmu).
Hendaknya jangan sampai kita seperti Bani Israil yang bukannya tsiqqah dan taat kepada Nabi-Nya, mereka dengan segala kedegilannya malah menyuruh Nabi Musa as untuk berjuang sendiri. "Pergilah engkau dengan Tuhanmu". Hal itu sungguh merupakan kerendahan akhlak dan militansi, sehingga Allah mengharamkan bagi mereka untuk memasuki negri itu. Maka selama 40 tahun mereka berputar-putar tanpa pernah bisa memasuki negri itu.
Hendaknya jangan sampai kita seperti Bani Israil yang bukannya tsiqqah dan taat kepada Nabi-Nya, mereka dengan segala kedegilannya malah menyuruh Nabi Musa as untuk berjuang sendiri. "Pergilah engkau dengan Tuhanmu". Hal itu sungguh merupakan kerendahan akhlak dan militansi, sehingga Allah mengharamkan bagi mereka untuk memasuki negri itu. Maka selama 40 tahun mereka berputar-putar tanpa pernah bisa memasuki negri itu.
Namun demikian, Allah yang Rahman dan Rahim tetap memberi mereka rizqi
berupa ghomama, manna dan salwa, padahal mereka dalam kondisi sedang dihukum.
Tetapi tetap saja kedegilan mereka tampak dengan nyata ketika dengan tidak
tahu dirinya mereka mengatakan kepada Nabi Musa tidak tahan bila hanya mendapat
satu jenis makanan.
Orientasi keduniawian yang begitu dominan pada diri mereka membuat mereka
begitu kurang ajar dan tidak beradab dalam bersikap terhadap pemimpin. Mereka
berkata: "Ud'uulanaa robbaka" (Mintakan bagi kami
pada Tuhanmu). Seyogyanya mereka berkata: "Pimpinlah kami untuk berdo'a
pada Tuhan kita".
Kebodohan seperti itu pun kini sudah mentradisi di masyarakat. Banyak
keluarga yang berstatus Muslim, tidak pernah ke masjid tapi mampu membayar sehingga
banyak orang di masjid yang menyalatkan jenazah salah seorang keluarga mereka,
sementara mereka duduk-duduk atau berdiri menonton saja.
Rasulullah saw memang telah memberikan nubuwat atau prediksi beliau:
"Kelak kalian pasti akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian
selangkah demi selangkah, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta dan
sedepa demi sedepa". Sahabat bertanya: "Yahudi dan Nasrani ya
Rasulullah?". Beliau menjawab: "Siapa lagi?".
Kebodohan dalam meneladani Rasulullah juga bisa terjadi di kalangan para
pemikul dakwah sebagai warasatul anbiya (pewaris nabi). Mereka
mengambil keteladanan dari beliau secara tidak tepat. Banyak ulama atau kiai
yang suka disambut, dielu-elukan dan dilayani padahal Rasulullah tidak suka
dilayani, dielu-elukan apalagi didewakan. Sebaliknya mereka enggan untuk
mewarisi kepahitan, pengorbanan dan perjuangan Rasulullah. Hal itu menunjukkan
merosotnya militansi di kalangan ulama-ulama amilin.
Mengapa hal itu juga terjadi di kalangan ulama, orang-orang yang notabene sudah sangat faham. Hal itu kiranya lebih disebabkan adanya pergeseran dalam hal cinta dan loyalitas, cinta kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya telah digantikan dengan cinta kepada dunia.
Mengapa hal itu juga terjadi di kalangan ulama, orang-orang yang notabene sudah sangat faham. Hal itu kiranya lebih disebabkan adanya pergeseran dalam hal cinta dan loyalitas, cinta kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya telah digantikan dengan cinta kepada dunia.
Mentalitas Bal'am, ulama di zaman Fir'aun adalah mentalitas anjing
sebagaimana digambarkan di Al-Qur'an. Dihalau dia menjulurkan lidah, didiamkan
pun tetap menjulurkan lidah. Bal'am bukannya memihak pada Musa, malah memihak
pada Fir'aun. Karena ia menyimpang dari jalur kebenaran, maka ia selalu dibayang-bayangi,
didampingi syaithan. Ulama jenis Bal'am tidak mau berpihak dan
menyuarakan kebenaran karena lebih suka menuruti hawa nafsu dan tarikan-tarikan
duniawi yang rendah.
Kader yang tulus dan bersemangat tinggi pasti akan memiliki wawasan
berfikir yang luas dan mulia. Misalnya, manusia yang memang memiliki akal akan
bisa mengerti tentang berharganya cincin berlian, mereka mau berkelahi untuk
memperebutkannya. Tetapi anjing yang ada di dekat cincin berlian tidak akan
pernah bisa mengapresiasi cincin berlian. Ia baru akan berlari mengejar tulang,
lalu mencari tempat untuk memuaskan kerakusannya. Sampailah anjing tersebut di
tepi telaga yang bening dan ia serasa melihat musuh di permukaan telaga yang
dianggapnya akan merebut tulang darinya. Karena kebodohannya ia tak tahu bahwa
itu adalah bayangan dirinya. Ia menerkam bayangan dirinya tersebut di telaga,
hingga ia tenggelam dan mati.
Kebahagiaan sejati akan diperoleh manusia bila ia tidak bertumpu pada
sesuatu yang fana dan rapuh, dan sebaliknya justru berorientasi pada keabadian.
Nabi Yusuf as sebuah contoh keistiqomahan, ia memilih di penjara daripada
harus menuruti hawa nafsu rendah manusia. Ia yang benar di penjara, sementara
yang salah malah bebas.
Ada satu hal lagi yang bisa kita petik dari kisah Nabi Yusuf as.
Wanita-wanita yang mempergunjingkan Zulaikha diundang ke istana untuk melihat
Nabi Yusuf. Mereka mengiris-iris jari-jari tangan mereka karena terpesona
melihat Nabi Yusuf. "Demi Allah, ini pasti bukan manusia". Kekaguman
dan keterpesonaan mereka pada seraut wajah tampan milik Nabi Yusuf membuat
mereka tidak merasakan sakitnya teriris-iris.
Hal yang demikian bisa pula terjadi pada orang-orang yang punya cita-cita
mulia ingin bersama para nabi dan rasul, shidiqin, syuhada dan shalihin. Mereka
tentunya akan sanggup melupakan sakitnya penderitaan dan kepahitan perjuangan
karena keterpesonaan mereka pada surga dengan segala kenikmatannya yang
dijanjikan.
Itulah ibrah yang harus dijadikan pusat perhatian para da'i. Apalagi
berkurban di jalan Allah adalah sekedar mengembalikan sesuatu yang berasal dari
Allah jua. Kadang kita berat berinfaq, padahal harta kita dari-Nya. Kita
terlalu perhitungan dengan tenaga dan waktu untuk berbuat sesuatu di jalan
Allah padahal semua yang kita miliki berupa ilmu dan kemuliaan keseluruhannya
juga berasal dari Allah. Semoga kita terhindar dari penyimpangan-penyimpangan
seperti itu dan tetap memiliki jiddiyah, militansi untuk senantiasa berjuang di
jalan-Nya. Amin.
Wallahu a'lam bis shawab
Wallahu a'lam bis shawab
Catatan Untuk Murabbi: Setelah mendapatkan
taujih ini diharapkan kader Memahami urgensi militansi kader dalam pemenangan
dakwah serta memahami cara-cara membina militansi kader
(Alm) Ust. Rahmat Abdullah